Minggu, 10 Februari 2013
Selasa, 31 Juli 2012
Pantang menyerah dan selalu berperilaku positif
10.07
retinoandika30@gmail.com
WONOGIRI 14-juli-2012 Pantang menyerah
dan selalu berperilaku positif. Itu tema yang diusung pada kenaikan tingkat se DOJANG wonogiri kali ini..pembekalan materi dan prosesi UKT kali ini masih sama
dengan UKT sebelumnya.walau mendekati bulan puasa,pelaksanaan ujian kali ini tidak
melibatkan banyak kegiatan fisik.malah lebih dibebankan ke tehnik dan
pembekalan atlit.semoga dengan ujian kali ini kita bisa lebih dewasa dan
matang.selamat untuk kalian yang menjalani UKT kali ini dan SALAM TAE KWON DO
WONOGIRI
Minggu, 08 April 2012
Ujian Kenaikan Tingkat
03.39
retinoandika30@gmail.com
TAE KWON DO Wonogiri,untuk kesekian kalinya mengadakan ujian kenaikan
tingkat yang diselenggarakan si Dojang BAYANGKARI WONOGIRI ( minggu, 08
april 2012 ).Pada UKT kali ini terasa berbeda dengan UKT
sebelumnya,dengan adanya penyerahan sabuk langsung yang disematkan oleh
SABEUMNIM SINGGIH para anggota TAE KWON DO wonogiri merasa bangga dan
semangat dalam menjalani setiap sesi ujian.Semoga dengan semangat dan tingkatan sabuk yang semakin matang,semakin baik pula prestasi yang di harapkan bisa mengangkat nama baik TAE KWON DO WONOGIRI dan WONOGIRI pada khususnya.
Minggu, 01 April 2012
PERHITUNGAN DENYUT NADI
22.49
retinoandika30@gmail.com
PERHITUNGAN DENYUT NADI
Denyut
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada pergelangan tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Secara umum denyut nadi maksimum orang sehat saat berolah raga adalah 80% x (220-usia) untuk kebutuhan fitness.Lebih akurat, Sally Edward memberikan rumusan perhitungan denyut nadi maksimum 210-(0,5xumur)-(0,05xberat badan(dalam pound))+4 untuk pria, sedangkan untuk wanita adalah 210-(0,5xumur)-(0,05xberat badan(dalam pound)). Catatan: 1 kg = 2,2 pound.
Dalam olahraga, diberikan 3 (tiga) tingkatan kebutuhanYaitu :
- Untuk sehat: 50-70% denyut nadi maksimum
- Untuk kebugaran (fitness): 70-80% denyut nadi maksimum
- Untuk atlit (performance): 80-100% denyut nadi maksimum.
Denyut jantung yang normal yakni 60-100 kali setiap menit, sedang denyut jantung lambat kurang dari 60 kali per menit dan yang cepat lebih dari 100 kali per menit.
Nadi
Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang berdasarkan systol dan gystole dari jantung.
Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
1. Bayi baru lahir :140 kali per meni
2. Umur di bawah umur 1 bulan : 110 kali per menit
3. Umur 1 - 6 bulan :130 kali per menit
4. Umur 6 - 12 bulan :115 kali per menit
5. Umur 1 - 2 tahun :110 kali per menit
6. Umur 2 - 6 tahun :105 kali per menit
7. Umur 6 - 10 tahun : 95 kali per menit
8. Umur 10 - 14 tahun : 85 kali per menit
9. Umur 14 - 18 tahun : 82 kali per menit
10. Umur di atas 18 tahun : 60 - 100 kali per menit
11. Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit
llmu Kedokteran olahraga FKUI-RSCM, mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan fisik yang benar dan terukur. "Dari denyut nadi, dapat diketahui intensitas atau seberapa keras seseorang melakukan latihan. Atau seberapa keras jantungnya bekerja."secara umum, yang perlu Anda perhatikan dalam olahraga adalah frekuensi dan intensitas. Frekuensi adalah berapa kali seminggu seseorang melakukan olahraga. Sedangkan intensitas dilihat dari denyut nadi.
Sebenarnya ada banyak cara untuk mengukur denyut nadi. Salah satu metode yang di-anggap efektif untuk menentukan denyut nadi adalah Formula Karvonen. Menurut metode ini, denyut nadi dapat diukur melalui pem-buluh arteri radialis yang ada di pergelangan tangan atau pembuluh arteri carotis yang ada di leher. Tetapi, yang umum digunakan adalah melalui pergelangan tangan.
Pertama-tama yang perlu Anda ketahui adalah denyut nadi normal Anda. Hasilnya dapat diperoleh dengan menghitung denyut nadi saat bangun pagi, sebelum melakukan aktivitas apapun. Hasil ini juga sering disebut denyut nadi istirahat (resting heart rate). Agar diperoleh hasil yang akurat, Sebaiknya pengukuran dilakukan tiga hari berturut-turut. Kemudian, ambil rata-ratanya.
"Kalau denyutnya di atas 100, berarti ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin Anda sedang demam, sakit tenggorokan, akan haid, atau ada masalah lain." Sebelum berolahraga, Anda Sebaiknya juga mengukur denyut nadi. Bila di atas 100, Sebaiknya Anda tidak berolahraga dulu. Kemudian, di tengah latihan inti, diukur lagi. Kalau melebihi zone latihan (li-hat boks), Sebaiknya Anda mengurangi intensitas latihan. Misalnya, mengurangi kecepatan lari. "Sedangkan bila denyutnya di bawah zone latihan, berarti latihan yang Anda lakukan sia-sia. Anda cuma dapat capeknya." Namun, pengukuran saat latihan ini hanya dapat dilakukan pada olahraga
Cara Menghitung
- Tempel dan tekankan (Jangan terlalu keras) tiga jari (telunjuk, tengah, manis) salah satu tangan pada pergelangan tagan yang lain. Temukan denyut nadi anda. Setelah itu, barulah Anda mulai menghitung.
- Hitunglah denyut nadi Selama 15 detik. Kemudian, hasilnya dikalikan 4.
Angka-angka
- Denyut nadi normal: 60 - 100/menit
- Denyut nadi maksimal: 220
- Umur Zone latihan (training zone; yaitu tingkat intensitas dimana Anda bisa berolahraga): 70% - 85% dari denyut nadi maksimal
Cara menghitung denyut nadi seseorang adalah dengan cara letakkan jari pada pergelangan tangan (jangan menggunakan ibu jari), atau dapat juga meraba daerah leher disamping tenggorokan, atau dapat juga dengan secara langsung menempelkan telinga pada dada orang yang akan diperiksa untuk mendengar detak jantungnya.
Denyut nadi pada orang yang sedang berisitirahat adalah sekita 60 – 80 permenit untuk orang dewasa, 80 – 100 permenit untuk anak-anak, dan 100 – 140 permenit pada bayi. Namun denyut nadi bisa lebih cepat jika seseorang dalam keadaan ketakutan, habis berolah raga, atau sakit panas. Umumnya denyut nadi akan meningkat sekitar 20 kali permenit untuk setiap satu derajat celcius penderita sakit panas.
Sebagai catatan, denyut nadi yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan dapat berarti gangguan pada jantung
Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
Tujuan mengetahui jumlah denyut nadi seseorang adalah:
- Untuk mengetahui kerja jantung
- Untuk menentukan diagnosa
- Untuk segera mengetahui adanya kelainan-kelainan pada seseorang
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
- Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
- Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
- Arteri caratis : Pada leher
- Arteri femoralis : Pada lipatan paha
- Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
- Arteri politela : pada lipatan lutut
- Arteri bracialis : Pada lipatan siku
- Ictus cordis : Pada dinding iga, 5 – 7
- Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
- Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
- Arteri caratis : Pada leher
- Arteri femoralis : Pada lipatan paha
- Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
- Arteri politela : pada lipatan lutut
- Arteri bracialis : Pada lipatan siku
- Ictus cordis : Pada dinding iga, 5 – 7
Denyut Jantung
Jantung merupakan salah satu organ tubuh kita yang “tidak bisa” kita kendalikan, berdetak sejak sebelum kita lahir. Seringkali merupakan cerminan suasana hati, lebih cepat saat cemas, atau saat sangat bahagia. Denyut jantung juga merupakan gambaran kebugaran kita. Saat kita bergerak, otot yang bekerja memerlukan pasokan oksigen untuk mengolah energi yang didapat dari makanan. Udara yang dihirup oleh paru, dihantarkan darah menuju jantung, kemudian oleh jantung dipompakan keseluruh tubuh, terutama pada otot yang bekerja.Otot, terutama anggota gerak tubuh, bisa kita kendalikan. Makin banyak otot yang bekerja, makin banyak kebutuhan oksigen, makin besar kekerapan denyut jantungkita perlukan. Jadi, secara tak langsung kita dapat mengendalikan denyut jantung. Sisi baiknya, selain dipergunakan untuk petanda kebugaran, denyut nadi bisa menjadi panduan dosis olahraga.
Bagaimana menghitung denyut jantung?Tak perlu stetoskop untuk mengukur denyut jantung, cukup kita hitung denyut nadi pada pergelangan tangan atau arteri di leher, menggunakan jari tangan, dibantu detikan pada arloji kita.Menghitung nadi pergelangan tangan dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada sisi luar tangan, arah terletak ibu jari. Cari urat pergelangan tangan, kemudian geser sedikit ke arah luar (seperti foto ilustrasi). Tekan ringan, karena bila terlalu kuat akan menghentikan aliran darah, sehingga denyut tak teraba.
Faktor yang mempengaruhi frekuensi denyut jantung:
- Jenis kelamin
- Jenis aktifitas
- Usia
- Berat badan
- Keadaan emosi atau psikis
Banyak hal yang kita ketahui, kita dapaPerhitungan Denyut Nadi, Jantungtkan dengan menghitung Perhitungan Denyut Nadi, Jantung, Apakah anda sudah menghitungnya ?
PEMBINAAN MENTAL UNTUK ATLET USIA DINI
22.43
retinoandika30@gmail.com
PENDAHULUAN
Partisipasi anak usia dini di dalam bidang olahraga semakin terlihat, terbukti dengan semakin banyaknya dibuka klub-klub olahraga bagi anak usia Sekolah Dasar. Dalam institusi pendidikan pun semakin diperhatikan sarana dan prasarana kompetisi olahraga, bahkan sampai dengan kompetisi olahraga usia dini tingkat nasional.
Keterlibatan atlet usia dini dalam kompetisi olahraga ini tidak dapat terlepas dari keterlibatan orang dewasa sebagai pelatih, pembina maupun sebagai orangtua atlet. Oleh karena itu program pelatihan olahraga usia dini merupakan suatu sistem sosial yang kompleks.
Bagi kebanyakan anak, pengalaman pertamanya dalam aktivitas olahraga ditangani oleh pelatih yang belum berpengalaman atau bahkan seseorang yang profesinya bukan pelatih. Walaupun orang-orang tersebut menguasai teknik olahraga yang dilatihnya, namun jarang sekali dari mereka yang telah mengikuti pelatihan formal dalam menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi atlet usia dini. Dikhawatirkan, para pelatih ini hanya mengejar kemenangan, dimana hal ini sangat tidak mendidik terutama dalam konteks olahraga rekreasi dan mengasah keterampilan.
Dalam tulisan ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membina atlet usia dini, khususnya dari sudut psikologi olahraga dan psikologi kepelatihan, sehingga atlet memiliki bekal mental yang tangguh.
ASPEK PSIKOLOGIS YANG BERPERAN PADA ATLET USIA DINI
Seorang anak selalu mencari pengakuan dari orang dewasa akan kemampuan dirinya. Dalam melakukan aktivitas olahraga, pujian yang diberikan terhadap penampilan anak dapat mengembangkan aspek psikologisnya, seperti perasaan percaya diri, kegembiraan, harga diri, pengalaman merasakan mencapai tujuan, dan pengakuan dari teman sebaya.
Sebaliknya, jika anak mendapatkan pengalaman yang negatif dalam berolahraga, maka aspek psikologisnya pun dapat berkembang secara negatif. Disini penilaian diri negatif, frustrasi, agresi dan aspek negatif lain dapat terlihat dengan jelas.
Setelah anak berusia 5 tahun, mereka mulai dapat dikenalkan dengan jenis olahraga permainan yang lebih kompleks, yang melibatkan kerjasama dan kompetisi. Namun perlu diperhatikan disini, kompetisi dimaksud haruslah tetap berada dalam konteks bermain. Untuk mulai menerapkan olahraga yang memiliki aturan formal, sebaiknya tunggu sampai anak berusia 8 atau 9 tahun.
Dalam olahraga kompetitif, pemain bukan hanya berusaha mencapai targetnya, tapi juga berusaha mencegah lawan mencapai target mereka. Hal ini melibatkan konflik langsung yang seringkali diikuti dengan agresivitas dalam usahanya mencegah lawan mencapai sukses.
Dalam prosesnya, jenis olahraga yang penontonnya dapat berteriak bebas, terutama pada olahraga beregu, bisa berdampak negatif terhadap perkembangan psikososial anak, terutama jika pelatih dan orangtua tidak dapat mengendalikan emosi pada saat pertandingan berlangsung. Hal ini biasanya terjadi karena terlalu menekankan untuk mencapai kemenangan. Oleh karena itu, orang dewasa yang terlibat dalam kompetisi olahraga atlet usia dini juga perlu mendapat pengetahuan dan pendidikan tentang pembinaan olahraga usia dini.
Pemahaman tentang target realistis yang bisa dicapai atlet usia dini perlu ditekankan. Dalam olahraga usia dini, target yang harus dicapai atlet adalah menerapkan sebaik mungkin keterampilan dan kemampuan yang sudah dilatih ke dalam pertandingan. Adalah besarnya usaha dan peningkatan pribadi yang seharusnya dihargai dan menjadi target bagi setiap atlet, bukannya semata-mata mencapai kemenangan dalam pertandingan.
Tujuan pelibatan anak dalam aktivitas olahraga, hendaknya mencakup:
Partisipasi anak usia dini di dalam bidang olahraga semakin terlihat, terbukti dengan semakin banyaknya dibuka klub-klub olahraga bagi anak usia Sekolah Dasar. Dalam institusi pendidikan pun semakin diperhatikan sarana dan prasarana kompetisi olahraga, bahkan sampai dengan kompetisi olahraga usia dini tingkat nasional.
Keterlibatan atlet usia dini dalam kompetisi olahraga ini tidak dapat terlepas dari keterlibatan orang dewasa sebagai pelatih, pembina maupun sebagai orangtua atlet. Oleh karena itu program pelatihan olahraga usia dini merupakan suatu sistem sosial yang kompleks.
Bagi kebanyakan anak, pengalaman pertamanya dalam aktivitas olahraga ditangani oleh pelatih yang belum berpengalaman atau bahkan seseorang yang profesinya bukan pelatih. Walaupun orang-orang tersebut menguasai teknik olahraga yang dilatihnya, namun jarang sekali dari mereka yang telah mengikuti pelatihan formal dalam menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi atlet usia dini. Dikhawatirkan, para pelatih ini hanya mengejar kemenangan, dimana hal ini sangat tidak mendidik terutama dalam konteks olahraga rekreasi dan mengasah keterampilan.
Dalam tulisan ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membina atlet usia dini, khususnya dari sudut psikologi olahraga dan psikologi kepelatihan, sehingga atlet memiliki bekal mental yang tangguh.
ASPEK PSIKOLOGIS YANG BERPERAN PADA ATLET USIA DINI
Seorang anak selalu mencari pengakuan dari orang dewasa akan kemampuan dirinya. Dalam melakukan aktivitas olahraga, pujian yang diberikan terhadap penampilan anak dapat mengembangkan aspek psikologisnya, seperti perasaan percaya diri, kegembiraan, harga diri, pengalaman merasakan mencapai tujuan, dan pengakuan dari teman sebaya.
Sebaliknya, jika anak mendapatkan pengalaman yang negatif dalam berolahraga, maka aspek psikologisnya pun dapat berkembang secara negatif. Disini penilaian diri negatif, frustrasi, agresi dan aspek negatif lain dapat terlihat dengan jelas.
Setelah anak berusia 5 tahun, mereka mulai dapat dikenalkan dengan jenis olahraga permainan yang lebih kompleks, yang melibatkan kerjasama dan kompetisi. Namun perlu diperhatikan disini, kompetisi dimaksud haruslah tetap berada dalam konteks bermain. Untuk mulai menerapkan olahraga yang memiliki aturan formal, sebaiknya tunggu sampai anak berusia 8 atau 9 tahun.
Dalam olahraga kompetitif, pemain bukan hanya berusaha mencapai targetnya, tapi juga berusaha mencegah lawan mencapai target mereka. Hal ini melibatkan konflik langsung yang seringkali diikuti dengan agresivitas dalam usahanya mencegah lawan mencapai sukses.
Dalam prosesnya, jenis olahraga yang penontonnya dapat berteriak bebas, terutama pada olahraga beregu, bisa berdampak negatif terhadap perkembangan psikososial anak, terutama jika pelatih dan orangtua tidak dapat mengendalikan emosi pada saat pertandingan berlangsung. Hal ini biasanya terjadi karena terlalu menekankan untuk mencapai kemenangan. Oleh karena itu, orang dewasa yang terlibat dalam kompetisi olahraga atlet usia dini juga perlu mendapat pengetahuan dan pendidikan tentang pembinaan olahraga usia dini.
Pemahaman tentang target realistis yang bisa dicapai atlet usia dini perlu ditekankan. Dalam olahraga usia dini, target yang harus dicapai atlet adalah menerapkan sebaik mungkin keterampilan dan kemampuan yang sudah dilatih ke dalam pertandingan. Adalah besarnya usaha dan peningkatan pribadi yang seharusnya dihargai dan menjadi target bagi setiap atlet, bukannya semata-mata mencapai kemenangan dalam pertandingan.
Tujuan pelibatan anak dalam aktivitas olahraga, hendaknya mencakup:
- Memperkenalkan anak terhadap berbagai pengalaman olahraga,
- Meningkatkan keterampilan fisik,
- Meningkatkan kemampuan propriosepsi (perabaan selektif) dan atensi (merupakan faktor positif dalam belajar secara umum),
- Mengembangkan sosialisasi positif,
- Membangun perasaan memiliki kemampuan,
- Memupuk kepercayaan dan harga diri.
Untuk mendapatkan efek positif terhadap perkembangan psikologis dan sosialisasi anak, maka olahraga perlu diprogramkan dan disupervisi secara baik, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Menciptakan latihan yang aman meskipun beresiko,
- Memperhatikan pencapaian kepuasan akan penampilan,
- Membangun perasaan agar bekerja mencapai target yang ditentukan,
- Menetapkan peran spesifik individu,
- Menerapkan kepedulian terhadap peraturan permainan, serupa dengan terhadap peraturan sosial
- Menghargai dan menghormati lawan,
- Mempromosikan latihan olahraga yang teratur dan berjangka panjang untuk memelihara kesegaran jasmani.
Perlu juga diperlihatkan bukti-bukti kepada anak bahwa orang yang terlibat dalam olahraga dan belajar dengan baik, memiliki nilai akademis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan aktivitas olahraga.
PERSIAPAN MENTAL PERTANDINGAN
Pada masa awal dimana orangtua, guru atau pelatih mendapatkan bahwa seorang anak memiliki minat atau bakat olahraga, maka mereka mendukungnya secara positif. Dalam masa ini, yang diperlukan anak adalah kegembiraan dalam melakukan latihan olahraga. Oleh karena itu pelatihnya tidak perlu menekankan pada penguasaan teknik atau peraturan pertandingan. Pujian atau hadiah diberikan kepada usaha yang dilakukan anak, bukan terhadap hasil akhir. Disini perlu ditanamkan perasaan “mencapai sukses” bukan hanya sebagai juara, tetapi juga sebagai partisipan. Oleh karena itu, penting sekali di masa awal ini setiap partisipan dalam suatu kejuaraan bisa mendapatkan penghargaan.
Setelah anak mulai menyenangi bahkan “keranjingan” dengan olahraga yang dilakukannya, maka motivasi dan dedikasinya untuk lebih menguasai keterampilan olahraga tersebut akan lebih meningkat. Disini diperlukan pelatih yang lebih terampil dan memiliki hubungan positif dengan anak, sehingga sang anak bisa lebih mengembangkan keterampilan olahraganya dan semakin merasakan keterikatan dengan olahraganya tersebut.
Pada saat anak mulai tertarik untuk menekuni olahraga secara lebih serius, maka dukungan moral dan pengorbanan finansial dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan latihan olahraga sangat diperlukan. Jika kebutuhan ini terpenuhi dan prestasi anak terus meningkat, maka anak akan beralih menjadi atlet. Pada tahap ini sebagian peran orangtua sudah diambil alih oleh pelatih maupun oleh si atlet itu sendiri karena ia sudah menjadi lebih mandiri.
Sebagai atlet cilik, persiapan mental dalam menghadapi pertandingan juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Utamanya atlet perlu dibiasakan berfikir positif, diberi keyakinan bahwa dalam pertandingan nanti dirinya mampu menampilkan keterampilan yang telah dilatihnya. Untuk itu beberapa latihan keterampilan psikologis (psychological skills training) seperti latihan relaksasi, latihan konsentrasi dan latihan imajeri perlu diajarkan. Hal ini diuraikan pada bagian terakhir.
PELATIH SEBAGAI PEMBINA MENTAL ATLET
Dalam pelatihan olahraga bagi atlet usia dini, cara pelatih merancang situasi latihan, cara pelatih menetapkan sasaran, serta sikap dan perilaku pelatih dalam kepelatihannya dapat mempengaruhi partisipasi anak ke dalam olahraga. Pelatih tidak hanya berperan dalam situasi olahraga, namun seringkali juga pelatih memiliki pengaruh terhadap aspek lain dalam kehidupan si anak.
Demikian pentingnya peran pelatih dalam olahraga usia dini, karena itu pelatih sangat berperan sebagai pembina mental atlet usia dini.
Beberapa tips bagi pelatih dalam menangani atlet usia dini:
PERSIAPAN MENTAL PERTANDINGAN
Pada masa awal dimana orangtua, guru atau pelatih mendapatkan bahwa seorang anak memiliki minat atau bakat olahraga, maka mereka mendukungnya secara positif. Dalam masa ini, yang diperlukan anak adalah kegembiraan dalam melakukan latihan olahraga. Oleh karena itu pelatihnya tidak perlu menekankan pada penguasaan teknik atau peraturan pertandingan. Pujian atau hadiah diberikan kepada usaha yang dilakukan anak, bukan terhadap hasil akhir. Disini perlu ditanamkan perasaan “mencapai sukses” bukan hanya sebagai juara, tetapi juga sebagai partisipan. Oleh karena itu, penting sekali di masa awal ini setiap partisipan dalam suatu kejuaraan bisa mendapatkan penghargaan.
Setelah anak mulai menyenangi bahkan “keranjingan” dengan olahraga yang dilakukannya, maka motivasi dan dedikasinya untuk lebih menguasai keterampilan olahraga tersebut akan lebih meningkat. Disini diperlukan pelatih yang lebih terampil dan memiliki hubungan positif dengan anak, sehingga sang anak bisa lebih mengembangkan keterampilan olahraganya dan semakin merasakan keterikatan dengan olahraganya tersebut.
Pada saat anak mulai tertarik untuk menekuni olahraga secara lebih serius, maka dukungan moral dan pengorbanan finansial dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan latihan olahraga sangat diperlukan. Jika kebutuhan ini terpenuhi dan prestasi anak terus meningkat, maka anak akan beralih menjadi atlet. Pada tahap ini sebagian peran orangtua sudah diambil alih oleh pelatih maupun oleh si atlet itu sendiri karena ia sudah menjadi lebih mandiri.
Sebagai atlet cilik, persiapan mental dalam menghadapi pertandingan juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Utamanya atlet perlu dibiasakan berfikir positif, diberi keyakinan bahwa dalam pertandingan nanti dirinya mampu menampilkan keterampilan yang telah dilatihnya. Untuk itu beberapa latihan keterampilan psikologis (psychological skills training) seperti latihan relaksasi, latihan konsentrasi dan latihan imajeri perlu diajarkan. Hal ini diuraikan pada bagian terakhir.
PELATIH SEBAGAI PEMBINA MENTAL ATLET
Dalam pelatihan olahraga bagi atlet usia dini, cara pelatih merancang situasi latihan, cara pelatih menetapkan sasaran, serta sikap dan perilaku pelatih dalam kepelatihannya dapat mempengaruhi partisipasi anak ke dalam olahraga. Pelatih tidak hanya berperan dalam situasi olahraga, namun seringkali juga pelatih memiliki pengaruh terhadap aspek lain dalam kehidupan si anak.
Demikian pentingnya peran pelatih dalam olahraga usia dini, karena itu pelatih sangat berperan sebagai pembina mental atlet usia dini.
Beberapa tips bagi pelatih dalam menangani atlet usia dini:
- Perlakukan setiap anak sama dengan anak lainnya. Berikan kesempatan yang sama kepada setiap anak dalam melakukan suatu aktivitas.
- Ciptakan suasana yang menggembirakan dalam berlatih maupun bertanding, sehingga minat dan motivasinya terhadap olahraga semakin meningkat.
- Bersabarlah; pada mulanya anak mungkin takut atau koordinasi motoriknya kurang, namun dengan pengarahan yang benar dan latihan yang berulang maka anak akan belajar.
- Usahakan setiap anak dapat melakukan gerakan olahraga dengan benar, karena hal ini penting bagi perkembangan keterampilan dan rasa kebanggaannya.
- Gunakan bahasa sederhana, jelas dan dapat dimengerti oleh anak.
- Kurangi rasa takut yang mungkin dimiliki anak dengan cara mengantisipasi dan mengurangi kecemasannya. Humor biasanya efektif.
- Jelaskan dan tunjukkan gerakan keterampilan olahraga yang benar secara cermat, sehingga anak mengerti apa yang harus mereka lakukan.
- Jelaskan gerakan keterampilan baru sedikit demi sedikit, sehingga anak dapat melihat urutan gerak yang benar.
- Ingatlah bahwa jika anak melakukan kesalahan, itu adalah hal yang wajar; dan itu berarti mereka sedang mencoba.
- Biarkan anak mengajukan pertanyaan; hal ini menunjukkan bahwa anak itu berpikir.
- Tunjukkan penghargaan terhadap anak; perlakukan mereka sedemikian rupa sehingga terkesan bahwa baik pelatih maupun yang dilatih itu sama-sama belajar.
- Bersikaplah positif dan yakinkan setiap pemain memiliki peran dalam tim, sehingga setiap anak merasa penting dan spesial.
- Rangsang anak agar mereka memiliki tokoh model; kenalkan mereka kepada tokoh-tokoh olahraga yang patut diteladani dan rangsang mereka agar memiliki minat untuk menyaksikan acara olahraga maupun menyimak berita olahraga.
Selain perlu mengetahui beberapa tips menangani atlet usia dini, pelatih pun perlu menghindari beberapa hal berikut ini:
- Hindari berteriak keras, berkata kasar atau membentak anak yang dilatih.
- Janganlah menonjolkan hal buruk seorang anak atau mengungkit-ungkit kesalahan yang pernah dibuatnya; apalagi dilakukan di depan anak-anak lain.
- Hindari menghukum anak atas kesalahan gerak yang dibuatnya. Hukuman dalam hal ini akan membuat anak menarik diri atau menyerah. Jika anak membuat kesalahan gerakan, koreksi kesalahan tersebut dan demonstrasikan gerakan yang benar.
- Tidak perlu mengharapkan anak belajar dengan cepat. Kemampuan anak akan meningkat melalui latihan yang teratur.
- Jangan mengharapkan anak bermain seperti seorang profesional. Biarkan mereka menikmati dunia anak-anaknya sebagai bocah; mereka akan mahir secara bertahap.
- Hindari memperolok atau mempermainkan anak. Hal ini pada anak akan berdampak terhadap penghukuman diri sendiri.
- Tidak perlu membandingkan seorang anak dengan anak lainnya, apalagi dengan ‘jagoan’ di dalam tim.
- Janganlah mengabaikan anak kandung yang juga dilatih (walaupun dengan tujuan menghilangkan prasangka pilih kasih). Ingatlah, setiap anak dalam tim selalu menginginkan perhatian khusus dari pelatihnya.
- Janganlah mengkritik atau mencaci pelatih lain ataupun wasit, di hadapan anak didik. Hal ini akan membingungkan anak dan menghambat sportivitasnya.
- Hindari membuat latihan olahraga semata-mata sebagai kerja keras tanpa kegembiraan. Jika anak gembira dalam latihan, maka kemungkinannya ia bertahan dalam tim dan dalam olahraga tersebut akan lebih besar.
LATIHAN VISUALISASI UNTUK ANAK
Visualisasi atau imajeri dalam istilah psikologi olahraga merupakan suatu teknik membayangkan sesuatu di dalam pikiran yang dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk mencapai target, mengatasi masalah, meningkatkan kewaspadaan diri, mengembangkan kreativitas dan sebagai simulasi gerakan atau kejadian. Bagi seorang anak, aktivitas visualisasi sangat mudah mereka lakukan karena dalam kehidupan bermain anak sehari-hari, mereka seringkali melakukannya sebagai khayalan.
Sebelum melakukan latihan visualisasi, anak bisa diajak untuk melakukan relaksasi terlebih dahulu, dimana anak diminta berbaring dengan mata tertutup lalu mereka diminta menarik nafas panjang dan membuang nafas secara perlahan-lahan melalui mulut. Gerakan ini bisa juga diikuti dengan gerakan tangan supaya anak tidak lekas bosan.
Setelah beberapa saat, latihan dilanjutkan dengan latihan visualisasi dimana anak diminta membayangkan suatu tempat atau suatu benda yang familiar dengan mereka, misalnya kamar tidur, binatang kesayangan, boneka atau apa saja. Lalu visualisasi dialihkan kedalam konteks olahraga, misalnya anak diminta membayangkan dirinya melakukan gerakan olahraganya. Sangatlah penting mereka membayangkan hal yang positif, gerakan yang benar, dan diakhiri dengan keberhasilan dan kepuasan.
Oleh: Dra. Yuanita Nasution, M. App. Sc., Psi.*
*Penulis adalah psikolog olahraga, juga staf peneliti bidang Psikologi Olahraga dan Kesehatan di Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani DEPDIKNAS.
REFERENSI
Day, J. (1994). Creative visualization with children: A practical guide.
Brisbane: Element Books.
Nasution, Y. (2000). Aspek psikologis dalam pemanduan bakat olahraga. Dalam Garuda Emas; Rencana induk pengembangan olahraga
prestasi di Indonesia: Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini (Buku 2). Jakarta: KONI.
Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani, Departemen Pendidikan
Nasional. (2005). Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Pelatih
Olahraga Usia Dini (naskah siap cetak).
Reigner, G., Salmela, J., & Russell, S.J. (1993). Talent detection and
development in sport. Dalam R.N. Singer, M. Murphey & L.K. Tennant (Eds.): Handbook of research on sport psychology (hal 290-313). New York: Macmillan.
Screiber, L.R. (1990). The parents guide to kids’ sports. Boston: Little
Brown & Company.
Watson, A.S. (1995). Children in sport. Dalam J. Bloomfield, P.A. Fricker,
K.D. Fitch (Eds.): Science and medicine in sports (hal 495-527).
Victoria, Aus: Blackwell Science.
Visualisasi atau imajeri dalam istilah psikologi olahraga merupakan suatu teknik membayangkan sesuatu di dalam pikiran yang dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk mencapai target, mengatasi masalah, meningkatkan kewaspadaan diri, mengembangkan kreativitas dan sebagai simulasi gerakan atau kejadian. Bagi seorang anak, aktivitas visualisasi sangat mudah mereka lakukan karena dalam kehidupan bermain anak sehari-hari, mereka seringkali melakukannya sebagai khayalan.
Sebelum melakukan latihan visualisasi, anak bisa diajak untuk melakukan relaksasi terlebih dahulu, dimana anak diminta berbaring dengan mata tertutup lalu mereka diminta menarik nafas panjang dan membuang nafas secara perlahan-lahan melalui mulut. Gerakan ini bisa juga diikuti dengan gerakan tangan supaya anak tidak lekas bosan.
Setelah beberapa saat, latihan dilanjutkan dengan latihan visualisasi dimana anak diminta membayangkan suatu tempat atau suatu benda yang familiar dengan mereka, misalnya kamar tidur, binatang kesayangan, boneka atau apa saja. Lalu visualisasi dialihkan kedalam konteks olahraga, misalnya anak diminta membayangkan dirinya melakukan gerakan olahraganya. Sangatlah penting mereka membayangkan hal yang positif, gerakan yang benar, dan diakhiri dengan keberhasilan dan kepuasan.
Oleh: Dra. Yuanita Nasution, M. App. Sc., Psi.*
*Penulis adalah psikolog olahraga, juga staf peneliti bidang Psikologi Olahraga dan Kesehatan di Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani DEPDIKNAS.
REFERENSI
Day, J. (1994). Creative visualization with children: A practical guide.
Brisbane: Element Books.
Nasution, Y. (2000). Aspek psikologis dalam pemanduan bakat olahraga. Dalam Garuda Emas; Rencana induk pengembangan olahraga
prestasi di Indonesia: Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini (Buku 2). Jakarta: KONI.
Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani, Departemen Pendidikan
Nasional. (2005). Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Pelatih
Olahraga Usia Dini (naskah siap cetak).
Reigner, G., Salmela, J., & Russell, S.J. (1993). Talent detection and
development in sport. Dalam R.N. Singer, M. Murphey & L.K. Tennant (Eds.): Handbook of research on sport psychology (hal 290-313). New York: Macmillan.
Screiber, L.R. (1990). The parents guide to kids’ sports. Boston: Little
Brown & Company.
Watson, A.S. (1995). Children in sport. Dalam J. Bloomfield, P.A. Fricker,
K.D. Fitch (Eds.): Science and medicine in sports (hal 495-527).
Victoria, Aus: Blackwell Science.